Pada kesempatan sebelumnya kita sudah ulas secara ringkas budidaya tanaman cabai merah, petunjuk teknis tata cara budidaya cabai merah yang baik agar diperoleh hasil yang secara ekonomi menguntungkan petani. Perlu menjadi perhatian bagi para petani bahwa selama prosesnya (penanaman s.d panen), sangat dimungkinkan bahwa tanaman cabai merah yang ditanam mengalami berbagai gangguan selama pertumbuhannya dan sudah seharusnya menjadi perhatian serius bagi para petani untuk dapat mengidentifikasi dan menemukan solusi agar tanaman cabai merah yang ditanam tetap kuat dan sehat dari berbagai macam gangguan yang didapati. Hal ini yang nantinya akan menentukan pula kualitas, kuantitas hingga harga jual yang nantinya diperoleh petani dari hasil tanaman cabai merah yang dibudidayakannya.
Ada baiknya kita coba telaah dan pelajari bersama hal-hal yang berkenaan dengan organisme penggangu tanaman (OPT) pada tanaman cabai merah, yang barangkali tidak dikenal atau sudah dikenal serta terjadi pada tamanan cabai merah yang sedang dibudidayakan, supaya kita dapat mengantisipasi, mencegah atau mengobati tanaman cabai merah yang dibudidayakan..
1. Hama-Hama Tanaman Cabai Dan Pengendaliannya
a. Kutu daun persik (Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun persik dapat menyebabkan kerugian secara langsung, yaitu mengisap cairan tanaman. Tanaman yang terserang daunnya menjadi keriput dan terpuntir, dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (kerdil). Kerusakan pada daun muda menyebabkan bentuk daun keriput menghadap ke bawah adalah ciri spesifik gangguan kutu daun. Bagian daun bekas tempat isapan kutu daun berwarna kekuningan. Populasi kutu daun yang tinggi dapat menyebabkan klorosis dan daun gugur, juga ukuran buah menjadi lebih kecil. Kutu daun menghasilkan cairan embun madu yang dapat menjadi tempat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada permukaan daun dan buah.
Selain itu, kutu daun persik dapat menyebabkan kerugian secara tidak langsung, karena perannya sebagai vektor penyakit virus. Penyakit virus yang dapat ditularkan oleh kutu daun persik pada tanaman cabai merah, antara lain penyakit virus menggulung daun kentang (PLRV) dan penyakit virus kentang Y (PVY).
Pada kondisi ekosistem yang masih seimbang, beberapa musuh alami di lapangan sangat potensial dalam mengurangi populasi kutu daun. Musuh alami tersebut antara lain parasitoid Aphidius sp., kumbang macan Menochillus sp., dan larva Syrphidae, Ischiodon scutellaris.
Cara pengendalian :
- Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa tanaman inang kutu daun yang ada di sekitar areal pertanaman cabai;
- Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat mengurangi masuknya kutu daun dari luar pertanaman cabai;
- Pengaturan pola tanam, misalnya tumpangsari dengan bawang daun, pola tumpang gilir dengan bawang merah, tanaman bawang dapat bersifat sebagai pengusir hama kutu daun;
- Secara biologis dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami tersebut di atas;
- Pengendalian secara kimia dapat dilakukan pada tingkat kerusakan daun/tanaman contoh sekitar 15%, dengan insektisida yang berbahan aktif fipronil atau diafenthiuron. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari
b. Thrips (Thrips parvispinus Karny)
Hama Thrips menyukai daun muda. Mula-mula daun yang terserang memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan hama tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah menjadi kecoklatan terutama pada bagian tepi tulang daun. Daun-daun mengeriting ke arah atas. Pada musim kemarau perkembangannya sangat cepat sehingga populasinya lebih tinggi. Penyebarannya sangat terbantu oleh angin, karena Thrips dewasa tidak bisa terbang dengan sempurna. Pada musim hujan populasinya relatif rendah karena banyak Thrips yang mati tercuci oleh curah hujan.
Pada kondisi ekosistem yang masih seimbang, populasi hama Thrips di alam dikendalikan oleh musuh alami. Musuh alami hama Thrips yang potensial antara lain, kumbang Coccinellidae, kepik Anthocoridae, kumbang Staphylinidae, dan larva Chrysopidae.
Cara pengendalian :
- Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa tanaman inang hama Thrips yang ada di sekitar areal pertanaman cabai;
- Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat mencegah hama Thrips mencapai tanah untuk menjadi pupa sehingga daur hidup Thrips akan terputus. Pemasangan mulsa jerami di musim kemarau akan meningkatkan populasi predator di dalam tanah yang pada akhirnya akan memangsa hama Thrips yang akan berpupa di dalam tanah;
- Pengaturan pola tanam, misalnya pola tumpang gilir dengan bawang merah akan menekan serangan hama Thrips pada tanaman cabai muda;
- Secara biologis dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami;
- Pengendalian secara kimia dapat dilakukan pada tingkat kerusakan daun/tanaman contoh sekitar 15%, dengan insektisida yang berbahan aktif fipronil atau diafenthiuron. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari
c. Tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks).
Gejala umum adalah tepi daun keriting menghadap ke bawah seperti bentuk sendok terbalik dan terjadi penyempitan daun. Daun yang terserang berwarna keperakan pada permukaan bawah daun. Daun menjadi menebal dan kaku, pertumbuhan pucuk tanaman terhambat. Gejala ini tampak dalam waktu yang relatif cepat, 8 s.d 10 hari setelah terinfeksioleh beberapa ekor tungau, daun-daun akan menjadi cokelat. Pada 4 s.d 5 hari kemudian pucuk-pucuk tanaman seperti terbakar dan pada serangan yang berat pucuk tanaman akan mati, buah cabai menjadi kaku, permukaan kasar dan bentuk terganggu. Serangan berat terjadi pada musim kemarau.
Cara pengendalian :
- Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa tanaman inang hama tungau. Diusahakan pertanaman cabai tidak berdekatan dengan pertanaman singkong yang merupakan inang potensial hama tungau;
- Tanaman yang terserang berat dicabut atau pucuk-pucuknya dipotong kemudian dikumpulkan dan dibakar;
- Pengendalian secara kimia dapat dilakukan pada tingkat kerusakan daun/tanaman contoh sekitar 15%, dengan menggunakan akarisida, antara lain; yang berbahan aktif amitraz, abamektin, dikofol, atau propargit.
d. Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel)
Gejala serangan lalat buah pada buah cabai ditandai dengan ditemukannya titik hitam pada pangkal buah. Jika buah dibelah, di dalamnya ditemukan larva lalat buah. Serangga betina dewasa meletakkan telur di dalam buah cabai, yaitu dengan cara menusukkan ovipositornya pada pangkal buah muda (masih hijau). Selanjutnya telur akan menetas menjadi larva di dalam buah cabai sehingga buah membusuk dan gugur. Serangan berat terjadi pada musim hujan. Hal ini disebabkan oleh bekas tusukan ovipositor terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah yang terserang cepat membusuk dan gugur.
Pada siang hari, serangga dewasa sering dijumpai pada daun atau bunga cabai. Lalat buah bersifat polifag, selain menyerang buah cabai juga menyerang buah lainnya seperti mangga, belimbing, pisang, apel, dan jeruk. Larva yang panjang sekitar 6 s.d 8 mm, mampu melenting dengan lincah menggunakan ujung tubuhnya yang lancip. Pada serangan lanjut, buah cabai akan gugur. Selanjutnya larva keluar dari buah dan membentuk pupa di dalam tanah.
Cara pengendalian :
- Secara mekanik dilakukan dengan mengumpulkan semua buah cabai yang rontok kemudian dibakar, karena larva di dalam buah cabai akan berubah jadi pupa yang akhirnya menjadi lalat buah baru. Dengan cara ini, siklus hidup lalat buah akan terputus;
- Penggunaan atraktan yang berbahan aktif metyl eugenol, caranya diteteskan pada kapas dan dimasukkan ke dalam botol bekas air mineral. Penggunaan perangkap ini dimaksudkan untuk menekan serangan lalat buah. Pemasangan perangkap ini dilakukan sebulan setelah tanaman cabai ditanam. Jumlah perangkap yang diperlukan 40 buah/ha, dengan dosis 1 ml/perangkap. Dua minggu sekali, perlu ditambahkan lagi atraktan tersebut. Pemasangan atraktan ini dilakukan sampai akhir panen;
- Penggunaan insektisida secara berselang-seling. Insektisida yang dapat dipilih antara lain yang berbahan aktif alfa sipermetrin, betasiflutrin, dan deltametrin. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari ketika sayap lalat buah masih basah sehingga menyulitkan dirinya untuk terbang. Untuk meningkatkan efikasi insektisida dapat ditambah dengan bahan perekat perata.
e. Hama Ulat Penggerek Buah (Helicoverpa armigera Hubner)
Buah cabai merah yang terserang ulat penggerek buah menunjukkan gejala berlubang dan tidak laku di pasaran. Jika buah dibelah, di dalamnya terdapat ulat. Hama ulat buah menyerang buah cabai dengan cara mengebor dinding buah cabai sambil memakannya. Umumnya instar pertama ulat penggerek buah menyerang buah yang masih hijau. Pada musim hujan, serangan ulat penggerek buah ini akan terkontaminasi oleh cendawan, sehingga buah yang terserang akan membusuk.
Hama ulat penggerek buah bersifat polifag, inang selain cabai yaitu tomat dan kedelai. Hama ini tersebar luas di Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Pada stadia ulat dewasa akan turun ke dalam tanah dan berubah menjadi kepompong. Beberapa saat kemudian kepompong menjadi ngengat, ngengat betina dapat bertelur sampai 1000 butir selama hidupnya.
Cara Pengendalian:
- Secara kultur teknik yaitu pengaturan pola tanam, dimana tidak menanam cabai pada lahan bekas tanaman tomat dan kedelai;
- Secara mekanik dilakukan dengan membersihkan buah-buah cabai yang terserang kemudian dibakar;
- Penggunaan musuh alami yang menyerang hama ulat buah, antara lain parasitoid telur Trichogramma nana, parasitoid larva Diadegma argenteopilosa dan cendawan Metharrhizium;
- Penggunaan insektisida kimia. Insektisida yang dapat dipilih antara lain yang berbahan aktif emamektin benzoat 5 % atau lamda sihalotrin 25 g/lt. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada malam hari dengan ditambah bahan perekat perata.
2. Penyakit-penyakit tanaman cabai dan pengendaliannya
a. Antraknose
Penyakit antraknose disebabkan oleh dua jenis jamur yaitu Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides. Gejala pada biji berupa kegagalan berkecambah dan pada kecambah menyebabkan layu semai. Pada tanaman yang sudah dewasa menyebabkan mati pucuk, pada daun dan batang yang terserang menyebabkan busuk kering. Buah yang terserang C. capsici menjadi busuk dengan warna seperti terekspos sinar matahari (terbakar) yang diikuti busuk basah berwarna hitam, karena penuh dengan rambut hitam (setae), jamur ini pada umumnya menyerang buah cabai menjelang masak (buah berwarna kemerahan). Jamur C. gloeosporioides memiliki dua strain yaitu strain R dan G. Strain R hanya menyerang buah cabai masak yang berwarna merah, sedangkan strain G dapat menyerang semua bagian tanaman, termasuk buah cabai yang masih berwarna hijau maupun buah yang berwarna merah.
Populasi C. gloeosporioides di alam jauh lebih banyak daripada C. capsici. Kedua jenis patogen tersebut dapat bertahan di biji dalam waktu yang cukup lama dengan membentuk acervulus, sehingga merupakan penyakit tular biji
Cara pengendalian :
- Menanam benih yang sehat dan bebas patogen di lahan yang juga bebas dari patogen;
- Melakukan perawatan benih (biji) dengan merendam dalam air hangat (550C) selama 30 menit, atau perawatan benih dengan fungisida efektif yang direkomendasikan;
- Melakukan sanitasi pada pertanaman dengan cara membakar bagian tanaman yang terserang untuk menekan populasi patogen sejak awal;
- Menanam varietas cabai yang toleran terhadap penyakit;
- Melakukan pergiliran tanaman dengan menanam tanaman yang bukan sebagai inang patogen;
- Melakukan sanitasi terhadap berbagai gulma yang menjadi inang alternatif patogen, seperti Borreria sp. ;
- Menanam varietas cabai berumur genjah dalam upaya memperpendek periode tanaman terekspos patogen;
- Menggunakan fungisida efektif yang direkomendasikan menekan perkembangan patogen secara bijaksana, terutama pada saat pematangan buah;
- Melakukan prosesing (pascapanen) dengan cara mengeringkan buah cabai dengan cepat atau disimpan pada suhu 0o C dapat membebaskan buah dari serangan patogen selama 30 hari.
b. Busuk Phytophthora
Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici. Patogen dapat menyerang pada seluruh bagian tanaman. Serangan pada tanaman yang masih di persemaian dapat menimbulkan gejala layu semai. Infeksi pada batang dimulai dari pangkal batang, yang menunjukkan gejala busuk basah, berwarna coklat kehitaman. Infeksi pada tanaman yang muda menyebabkan kematian tanaman. Infeksi pada tanaman yang telah dewasa menyebabkan batang tanaman mengeras dan akhirnya layu. Infeksi pada daun menyebabkan daun tampak seperti disiram air panas dan akhirnya daun mengering dan gugur. Infeksi pada buah menyebabkan buah berwarna hijau gelap dan busuk basah. Jamur dapat bertahan di dalam tanah maupun biji, mampu bertahan dari kondisi yang tidak menguntungkan dengan membentuk oospora.
Cara pengendalian :
- Sanitasi lapangan dari gulma yang dapat menjadi inang alternatif dan tanaman sakit, untuk meminimalkan sumber inokulum awal;
- Merawat benih dengan fungisida efektif untuk jamur golongan oomycetes, misalnya yang berbahan aktif metalaksil;
- Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan sebagai inang patogen;
- Tidak menanam varietas yang rentan, terutama di lokasi yang sudah banyak terdapat patogen;
- Menggunakan mulsa plastik untuk menghindari penyebaran patogen dari buah, daun, dan batang atas ke dalam tanah atau sebaliknya;
- Membuat tata air yang baik untuk menekan perkembangan jamur dalam bentuk oospora maupun zoospora;
- Menggunakan fungisida efektif yang bersifat sistemik yang direkomendasikan secara bijaksana, terutama untuk tanaman dewasa.
c. Layu Fusarium
Penyebab penyakit layu Fusarium adalah jamur Fusarium oxysporum var. vasinfectum. Infeksi pertama umumnya terjadi pada pangkal batang yang langsung berhubungan dengan tanah. Pangkal batang tersebut menjadi busuk dan berwarna coklat tua. Infeksi lanjut menjalar ke daerah perakaran dan menyebabkan kerusakan pada akar (busuk basah). Apabila kelembaban lingkungan cukup tinggi, bagian pangkal batang tersebut berubah warna menjadi keputih-putihan karena banyak terbentuk spora. Infeksi yang parah menyebabkan seluruh bagian tanaman menjadi layu karena transport air dan nutrisi ke bagian atas tanaman terganggu.
Jamur membentuk makrokonidia (dengan dua s.d enam septa) dan mikrokonidia (sel tunggal) dan klamidospora (hifa berdinding sel tebal). Klamidospora dapat bertahan lama pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan jamur. Suhu untuk pertumbuhan optimal jamur berkisar antara 24 s.d 270C, sehingga penyakit layu Fusarium tersebut banyak berkembang di daerah dataran rendah, terutama yang berdrainase kurang baik. Patogen dapat menyebar melalui hembusan angin dan aliran air.
Cara pengendalian :
- Membuat tata air yang baik untuk dapat mengatur lengas tanah dan kelembaban lingkungan, supaya perkembangan jamur Fusarium dapat dihambat;
- Tidak menanam varietas cabai yang rentan penyakit terutama pada lokasi yang sudah terinfeksi patogen;
- Pengolahan tanah yang baik dan ditutup dengan plastik putih selama 3 hari. Dengan cara tersebut suhu tanah dapat mencapai 70oC yang berakibat pada penekanan sumber inokulum awal;
- Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan sebagai inang patogen;
- Menggunakan fungisida efektif yang direkomandasikan secara bijaksana.
d. Bercak Daun Cercospora
Penyakit bercak daun pada cabai disebabkan oleh jamur Cercospora capsici. Gejala pada daun berupa bercak sirkuler dengan bagian tengah berwarna abu-abu, dan bagian luarnya berwarna coklat tua. Pada kelembaban tinggi, bercak cepat melebar, kemudian mengering dan pecah dan akhirnya gugur. Daun yang terinfeksi berat berubah warna menjadi kuning dan gugur ke tanah.
Jamur dapat bertahan lama dari musim ke musim pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi atau dapat terbawa biji. Serangan yang parah umumnya pada tanaman yang memasuki fase pembungaan. Penyebaran penyakit melalui spora yang ditiup angin, percikan air hujan, air siraman, dan alat pertanian pekerja kebun. Perkembangan penyakit sangat cepat apabila kondisi lingkungan sangat kondusif, yaitu kelembaban relatif udara lebih dari 90%, dengan suhu udara 28 s.d 32oC. Penyakit lebih sering merugikan pada tanaman cabai yang ditanam di dataran tinggi daripada yang ditanam di dataran rendah.
Cara pengendalian :
- Menanam benih yang sehat dan bebas patogen;
- Melakukan sanitasi lapangan terhadap gulma yang menjadi inang alternatif patogen serta tanaman yang terinfeksi dan dimusnahkan, untuk mengurangi sumber inokulum awal;
- Menbuat tata air yang baik untuk menjaga kelengasan tanah dan kelembaban lingkungan yang dapat menghambat perkembangan patogen;
- Menggunakan fungisida efektif yang direkomendasikan secara bijaksana.
e. Layu Bakteri
Penyebab penyakit layu bakteri adalah bakteri Ralstonia solanacearum. Gejala layu secara tiba-tiba dapat terjadi pada tanaman muda maupun dewasa. Jaringan pembuluh batang bagian bawah rusak dan akar berwarna kecoklatan. Apabila jaringan batang atau akar dipotong melintang dan dicelup dengan air yang jernih, jaringan sakit akan mengeluarkan cairan keruh seperti susu yang merupakan koloni bakteri.
Bakteri berbentuk batang dengan ukuran 0,5 x 1,5 mm, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan termasuk golongan gram negatif. Bakteri menginfeksi tanaman lewat luka pada bagian akar dan masuk ke dalam jaringan pembuluh untuk memperbanyak diri. Infeksi lebih lanjut menyebabkan jaringan pembuluh rusak dan tidak dapat berfungsi mengangkut air dan nutrisi ke bagian atas tanaman. Bakteri mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama. Tanaman inang alternatif umumnya yang termasuk dalam Solanaceae seperti tomat, terung, tembakau dan kentang.
Cara pengendalian :
- Melakukan pergiliran tanaman dengan menanam tanaman yang bukan sebagai inang patogen. Pergiliran dengan menanam padi sawah (diairi) sangat membantu menekan populasi patogen di dalam tanah;
- Membuat saluran drainase yang baik untuk mencegah genangan air;
- Menanam varietas cabai yang tahan penyakit.
f. Virus Kuning (Pepper Yellow Leaf Curl Virus – Bulai)
Penyakit virus kuning yang umum disebut penyakit bulai cabai disebabkan oleh virus Gemini. Patogen juga dapat menyerang tanaman tomat serta tanaman lain yang termasuk dalam Solanaceae dan Cucurbitaceae. Penyakit ditularkan melalui vektor kutu kebul (Bemicia tabaci). Kerusakan yang ditimbulkan sangat bervariasi, tergantung kondisi lokasi pertanaman dan stadia tanaman saat terinfeksi. Semakin awal tanaman terinfeksi virus, semakin besar kehilangan hasil yang disebabkannya. Gejala yang timbul pada cabai besar berupa menguningnya daun tanaman, daun mengecil dan keriting, tanaman menjadi kerdil, bunga rontok yang berakibat tanaman tidak menghasilkan buah. Pada cabai rawit gejala yang timbul adalah menguningnya seluruh daun dan tanaman dapat menjadi kerdil bila infeksi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tidak menghasilkan (gagal panen).
Cara pengendalian :
- Menggunakan benih yang sehat dan bebas patogen. Pembuatan benih dapat dilakukan dengan menyungkup pesemaian dengan kain kasa berlubang halus untuk menghindari masuknya vektor B. tabaci, sehingga virus tidak dapat ditularkan;
- Melakukan sanitasi lapangan dari gulma yang menjadi inang alternatif maupun tanaman sakit sejak awal untuk menekan populasi inokulum awal;
- Menanam varietas cabai yang toleran. Cabai rawit dinyatakan lebih toleran dibandingkan cabai besar;
- Menggunakan pupuk organik cair yang mengandung unsur hara makro, mikro, dan zat pengatur tumbuh sehingga tanaman menjadi sehat yang dapat bereaksi lebih tahan terhadap serangan patogen;
- Membuat pagar keliling hidup dari tanaman jagung, yang ditanam rapat sebanyak enam baris secara zigzag, untuk menahan vektor B. tabaci masuk ke areal pertanaman dari tanaman disebelahnya yang terinfeksi. Penanaman pagar hidup sebaiknya pada saat 5 s.d 6 minggu sebelum tanam cabai;
- Menyusun pola tanam dan melakukan pergiliran tanaman dengan menanam tanaman yang bukan sebagai inang alternatif bagi patogen
- Menekan populasi vektor B. tabaci dengan insektisida efektif yang direkomendasikan secara bijaksana, sehingga laju infeksi penyakit menjadi lebih kecil.
g. Penyakit Mosaik
Penyakit mosaik pada cabai disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus (CMV), atau gabungannya dengan beberapa virus lain seperti Tobacco Mosaic Virus (TMV), Potato Virus Y (PVY) dan Chilli Veinal Mottle Virus (CVMV). Tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil, warna daun belang hijau muda dan hijau tua, ukuran daun lebih kecil daripada daun yang sehat. Pada tulang daun terdapat jaringan tanaman yang menguning atau hijau gelap dengan tulang daun yang tumbuh lebih menonjol, serta pinggiran daun bergelombang.
Virus masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka, memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh jaringan tanaman (sistemik). Penularan virus dapat secara mekanis (bersinggungan antara tanaman sakit dan sehat) serta dapat melalui vektor serangga kutu daun Myzus persicae dan Aphis gossypii. Khusus TMV tidak dapat ditularkan melalui vektor, tetapi dapat menular melalui biji.
Cara pengendalian :
- Melakukan sanitasi lapangan terhadap gulma dan tanaman sakit, selanjutnya dimusnahkan untuk mengurangi sumber inokulum awal;
- Menghindari kontak dengan tanaman sakit pada saat bekerja;
- Mengurung perbenihan tanaman cabai dengan kain kasa halus untuk mencegah masuknya vektor mencapai benih tanaman;
- Untuk mencegah penularan TMV melalui biji, maka biji cabai direndam dalam larutan natrium fosfat 10% selama satu jam.
- Mengendalikan serangga vektor penyakit dengan insektisida efektif yang direkomendasikan secara bijaksana.
Sumber :
- http://balitsa.litbang.pertanian.go.id› Balai Penelitian Tanaman Sayuran
- Buku Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
- https://wekillweeds.com/pest-control-tips/how-effective-are-ladybugs-for-pest-control